Hidup di kota metropolitan yang menganut paham hedonisme membuat mau tidaknya kita harus menerima keadaan itu. Apalagi hidup di ibukotanya Indonesia.Kota Jakarta. Makin lama perkembangan zaman makin maju. Begitu pun dengan masyarakatnya. Yang sangat majemuk. Makin banyak macam gaya hidup yang ditonjolkan.
Seperti halnya gaya hidup yang notabene disangkutoautkan pada kaum pria di kota metropolitan ini. Banyak sekali gaya hidup yang mereka blow-up sedemikian rupa. Sehingga hal itu sudah bukan barang aneh. Sudah hal yang tak tabu lagi di zaman sekarang ini. Tak lagi dianggap memalukan apalagi dibilang aneh melainkan malah menjadi sebuah trendsetter hidup.
Ya, seperti baru-baru ini saya membaca sebuah artikel di surat kabar harian umum Kompas, Minggu 16 September 2012 dalam rubrik sisipan tentang gaya hidup. Dalam hal ini membahas (segala) gaya hidup kaum pria di kota metropolitan. Yakni, membahas segala gaya hidup kaum prianya. Diantaranya gaya hidup metroseksual dan uberseksual.
Jika ditelisik lagi pria bergaya metroseksual sudah sering kita dengar bahkan sudah familiar diketahui. Seperti apa gaya pria metroseksual itu? Tentu kita sudah tahu dan mendengarnya, bukan?
Metroseksual menurut dalam artikel harian tersebut mengatakan metroseksual adalah kata majemuk yang berasal dari dua kata yaitu metropolitan dan heteroseksual. Istilah ini muncul pertama kali pada tahun 1994 yang dipelopori oleh seorang wartawan bernama Mark Simpson di harian The Independent
Dalam harian itu, Simpson menuliskan pengertian pria metroseksual yaitu pria lajang belia dengan pendapatan berlebih yang hidup dan bekerja di kawasan perkotaan. Pada dekade 1980, pria macam ini hanya dapat ditemukan di dalam majalah fashion, dalam iklan televisi jeans atau bar kalangan tertentu. Namun pada dekade 1990-an pria seperti ini ada di mana-mana dan gemar berbelanja. (Waduh, sama banget sama keponakan perempuan saya yang hobby window shopping).
Namun untuk pengertian metroseksual lebih lanjut dari Wikipedia Bebas tersebut berasal dari etimologi Yunani, metropolis, artinya ibu kota, plus seksual. Definisinya; sosok pria muda berpenampilan dandy, senang memanjakan dirinya, sangat peduli dengan penampilannya, senang menjadi pusat perhatian (bahkan menikmatinya) sangat tertarik dengan fashion dan berani menampilkan sisi femininnya. Mereka ini bahkan ditengarai sebagai sosok narsistik, yang jatuh cinta tidak hanya terhadap diri sendiri ,tetapi juga gaya hidup urban.
Istilah ini semakin popular dengan munculnya artikel Simpson yang lain “Meet the Metroseksual” (2002) yang memdaulat David Beckham sebagai model pria metroseksual.
Dan kalau dilihat ciri-ciri pria metroseksual adalah menaruh perhatian lebih kepada penampilan. Mereka cenderung memiliki kepekaan mode, memilih pakaianberkualitas, atau bermerk serta melakoni kebiasaan merawat diri ataua kebiasaan-kebiasaan yang dulu lazim dikaitkan dengan perempuan. (Duh, berarti kakak perempuan saya yang suka dandan banyak saingannya dong sama mereka?)Whateverlah!
Itu baru tentang gaya hidup pria metroseksual lain pula dengan gaya pria uberseksual. Uberseksual? Apaan tuh! Apa saat ketika libido seksual kita sedang tinggi kita uber istri, kekasih, atau pacar kita sebagai tempat lampiasannya. Ya, nggak kali. Lebay amat sih!
Itu sih sama saja dengan ayam jantan saya di rumah kalau lagi hasrat hewaninya meninggi dia uber-uber ayam betina tetangga saya sampai dapat untuk melampiaskannya. Baru deh berkokok karena sudah melampiaskan hajatnya. Baik yang ayam jantan maupun ayam betina berkokok ria. Lho, kok saya bicarai ayamsih!
Ya, saya hanya menganologikan saja seperti itu. Bukan saya menganggap Anda seperti ayam kalau libido seksual Anda meninggi. Menguber-uber cari tempat lampiasannya. Iyakan!
Bact to topic, Istilah uberseksual berasal dari dua kata yaitu uber yang artinya ”di atas atau superior” dan sex yang artinya ”gender”. Dalam buku ”Future of Men” karya Ira Matathia, Maria Salzman dan Ann O’Relly disebutkan bahwa ubersekseksual merupakan salah satu konsep pria maskulin.
Berbeda dengan pria metroseksual yang percaya diri jika penampilan raganya sempurna, pria uberseksual justru punya rasa percaya diri pria sejati dan memancarkan kharisma. Tipe pria ini memiliki beberapa ciri.
Salah satunya pria ubersekseksual tak suka ikut-ikutan trend. Mode. Mereka tetap menjaga penampilannya. Mereka tak mengetahui daftar salon dengan perawatan kulit terbaik, tetapi tetap menjaga kebersihan wajahnya. Selain itu mereka tak takut dibilang ”banci”. Alias, bences. Hanya karena suka memasak.
Kwalitas seseorang macam uberseksual tak bisa dinilai dari penampilan khusus luarnya saja. Beberapa tokoh yang dianggap mewakili konsep pria uberseksual ia adalah George Clooney hingga Obama. Bisa dikatakan yang membuat mereka menonjol adalah kepeduliaannya terhadap sesama dan kepercayaan diri yang tinggi meski secara fisik tak terlalu istimewa.
Lalu dimana perbedaan antara pria metroseksual dan uberseksual?
Inilah ciri perbedaan dari kedua gaya hidup tersebut.
1. Pria uberseksual
a. Memiliki gairah terhadap bisnis, politik dan urusan global serta tak terlalu fokus pada diri sendiri.
b. Mereka sangat menghormati perempuan tetapi lebih memilih bergabung dengan kelompok laki-laki untuk bergaul.
c. Sumber inspirasinya dirinya sendiri. (Kok jadi narsisius ya)
d. Selalu memperhatikan dunia sekitarnya.
e. Cenderung lebih emosional.
f. Rajin mencukur jenggot dan kumis setiap hari.
g. Sangat menghargai kualitas danintegritas.
2. Pria metroseksual
a. Memiliki gairah dirinya sendiri.
b. Perempuan adalah teman baiknya.
c. Sumber inspirasinya mengikuti penata gaya gara berpenampilan baik.
d. Sangat memperhatikan asupan kalori yang masuk.
e. Tak gampang emsional.
f. Mereka tak harus mencukur jenggot dan kumis setiap hari.
g. Mereka sangat terobsesi dengan asuoan makan serta penampilan.
Kalau begitu bagaimana dengan pria homoseksual? Padahal jika saya amati antara pria metroseksual, uberseksul dan homeseksual dari segi gaya hidup sama persis ketika saya baca dari kehiduapnnya. Beda-beda tipis. Alias, sebelas-dua belas. Entahlah.
Jadi untuk menakar pria yang benar-benar tulen di zaman digital ini gampang-gampang susah. Agak sulit dilihat. Seperti pepatah jadul.” Seperti beli kucing dalam karung.” Nah, lho! Kalau sudah begitu yang lebih dirugikan adalah dari pihak perempuan dong?
Ya, maka dari mereka harus benar selektif memilih pasangan! Dan harus memiliki ilmu kudu. Kudu punya ilmu koleksi, seleksi baru deh koreksi luar dalam itu pasangan tersebut. Benarkan? Atau, jangan-jangan Anda sendiri termasuk diantara gaya hidup pria yang saya sebutkan di atas. Hmm, dunia-dunia makin lama makin terkesan aneh atau manusia ya aneh? Whateverlah. Asal jangan mengusik dan saling menganggap diri merasa paling benar. Karena hal itu sudah tidak zamannya lagi.
0 komentar:
Posting Komentar